Review Watchmen: Mengadu Perspektif Moral Utilitarianisme vs Deontologi
Menonton Watchmen (2009) adalah pengalaman yang membuat saya berpikir lebih dalam tentang moralitas, terutama tentang dua pandangan besar dalam filsafat moral: utilitarianisme dan deontologi. Film ini, yang disutradarai oleh Zack Snyder dan berdasarkan komik karya Alan Moore, bukan hanya tentang pahlawan super yang bertarung melawan kejahatan, tetapi tentang pertanyaan-pertanyaan besar yang menguji prinsip-prinsip moral kita. Apa yang terjadi ketika kebaikan itu tidak selalu hitam-putih? Apakah tujuannya menghalalkan cara? Ataukah kita harus tetap berpegang pada prinsip moral yang tidak boleh dilanggar, tak peduli apapun hasil akhirnya?
Bagi saya, Watchmen adalah pertempuran ideologi moral yang sangat jelas antara dua pandangan ini, dan pertarungan tersebut tercermin dalam keputusan-keputusan sulit yang dihadapi para karakter utamanya—terutama dalam peran utama yang dimainkan oleh karakter seperti Rorschach dan Ozymandias. Jadi, mari kita lihat bagaimana dua pandangan ini bertentangan dalam film ini dan apa yang bisa kita pelajari darinya.
Utilitarianisme dalam Perspektif Ozymandias
Di satu sisi, kita memiliki Ozymandias, atau Adrian Veidt, yang merupakan karakter yang mencoba menyelamatkan dunia dari kehancuran dengan cara yang sangat ekstrem. Dalam pandangan Ozymandias, segalanya harus dipandang dari perspektif utilitarianisme, yaitu filosofi yang menilai tindakan berdasarkan hasil akhirnya: sebanyak mungkin kebahagiaan atau kebaikan untuk sebanyak mungkin orang. Ozymandias percaya bahwa untuk mencapai kedamaian dunia yang abadi, beberapa korban harus rela dipilih. Dalam keputusan paling kontroversial di Watchmen, dia merencanakan serangan massal terhadap New York City, membunuh jutaan orang, dengan tujuan menciptakan musuh bersama yang akan menyatukan dunia.
Dari sudut pandang utilitarianisme, apa yang dilakukan Ozymandias bisa dipahami sebagai tindakan yang dibenarkan. Jika dia bisa menyelamatkan miliaran orang dengan mengorbankan beberapa juta nyawa, bukankah itu demi kebaikan terbesar? Menurut saya, ini adalah inti dari dilema moral yang dihadapi oleh banyak karakter di Watchmen. Ozymandias, dengan segala kecerdasannya, memandang dunia seperti sebuah perhitungan logis: untuk mencapai hasil yang baik, kita harus menerima bahwa ada harga yang harus dibayar. Namun, inilah yang menjadi titik kritis—apakah kita benar-benar bisa mengukur nilai kehidupan manusia dengan cara itu? Apakah hak untuk menentukan siapa yang layak berkorban ada di tangan individu?
Deontologi dalam Perspektif Rorschach
Sementara itu, di sisi lain kita memiliki Rorschach, yang jelas-jelas menentang ide utilitarianisme yang diterapkan oleh Ozymandias. Rorschach adalah contoh sempurna dari deontologi, pandangan moral yang berpegang teguh pada aturan dan prinsip moral, tanpa mempedulikan konsekuensi atau hasil akhir. Bagi Rorschach, ada batasan moral yang tidak bisa dilanggar, bahkan untuk mencapai tujuan yang mulia sekalipun. Dalam pandangan deontologi, kita diharuskan untuk bertindak sesuai dengan kewajiban dan moralitas yang mutlak, tanpa mengorbankan prinsip tersebut demi hasil yang lebih besar.
Rorschach menanggapi rencana Ozymandias dengan cara yang sangat tegas—dia tidak bisa menerima bahwa satu nyawa, apalagi sejuta, harus dikorbankan demi kedamaian dunia. “Aku tidak bisa hidup dengan itu,” kata Rorschach dengan tegas saat dia mengungkapkan bahwa dia akan memberitahu dunia kebenaran, meskipun itu berarti mengorbankan semua yang telah dicapai. Rorschach berpendapat bahwa dunia harus tahu bahwa ada yang salah, bahkan jika itu menyebabkan kekacauan global.
Bagi saya, karakter Rorschach membawa kita pada pertanyaan besar: Apakah kita seharusnya mempertahankan prinsip moral kita, bahkan jika hasilnya bisa menghancurkan banyak hal yang baik? Apakah moralitas itu mutlak, atau apakah kita bisa fleksibel dalam situasi ekstrem? Keputusan Rorschach untuk mengungkapkan kebenaran, meskipun itu bisa menyebabkan kehancuran, menunjukkan keyakinannya yang tak tergoyahkan bahwa kebenaran dan keadilan harus ditegakkan dengan harga apapun. Ini adalah contoh deontologi yang paling ekstrem—bagi Rorschach, melanggar prinsip moral berarti kehilangan kemanusiaan.
Menghadapi Ketegangan Antara Kebaikan dan Kejahatan
Apa yang saya dapatkan dari Watchmen adalah bahwa tidak ada jawaban mudah dalam dilema moral ini. Sebagai penonton, saya dipaksa untuk melihat kedua sisi argumen dengan cara yang mendalam dan merenung. Ozymandias, meskipun terlihat sangat kejam, sebenarnya memiliki niat baik—dia ingin menyelamatkan dunia dari kehancuran total. Sementara itu, Rorschach, meskipun tampaknya keras kepala dan tidak fleksibel, berpegang pada prinsip bahwa kebenaran tidak boleh dikompromikan, bahkan jika itu berarti kerusakan yang lebih besar.
Meskipun saya merasa bahwa keputusan Ozymandias mungkin datang dari tempat yang rasional—mengorbankan sedikit untuk kebaikan yang lebih besar—saya juga bisa melihat bahwa ada sesuatu yang sangat manusiawi dalam keteguhan Rorschach. Dia menunjukkan bahwa kadang-kadang, prinsip moral yang kita pegang lebih penting daripada hasil akhirnya. Itu adalah pilihan yang sangat sulit, karena dunia tidak selalu memberikan kita kemewahan untuk memilih antara dua pilihan yang benar-benar jelas.
Kesimpulan: Kebenaran atau Kebaikan?
Watchmen tidak hanya mengajukan pertanyaan tentang pahlawan super, tetapi juga tentang dilema moral yang sangat nyata dan relevan dengan kehidupan kita. Apakah kita akan memilih untuk mengorbankan beberapa demi kebaikan yang lebih besar, seperti Ozymandias, atau tetap berpegang pada prinsip moral yang kita percayai, seperti Rorschach? Tidak ada jawaban yang mudah, dan film ini mengajak kita untuk merenung lebih dalam tentang keputusan yang kita buat, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi situasi besar yang penuh dengan ketidakpastian.
Pada akhirnya, Watchmen mengajarkan kita bahwa moralitas itu kompleks, dan pilihan antara utilitarianisme dan deontologi adalah perdebatan yang tidak akan pernah memiliki jawaban yang benar-benar memuaskan bagi semua orang.
Join the conversation