Review Dune: Terjebak dalam Determinisme Spinoza dan Schopenhauer
Menonton Dune (2021-2024) membuat saya merasa seperti terperangkap dalam dunia yang begitu besar dan tak terhindarkan—sebuah dunia yang penuh dengan takdir dan kekuatan luar biasa yang membentuk hidup setiap karakternya.
Saya tak bisa berhenti berpikir bahwa kisah ini adalah cerminan dari gagasan determinisme, baik dari Spinoza maupun Schopenhauer, yang mengatakan bahwa kehidupan kita sudah ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang lebih besar daripada kehendak kita sendiri. Dan saya rasa, Dune adalah sebuah epik yang tidak hanya membahas pertarungan politik dan kekuasaan, tetapi juga menjelajahi bagaimana individu terperangkap dalam pola takdir yang lebih besar, yang terkadang tampaknya tak bisa mereka hindari.
Determinisme dalam Pandangan Spinoza: Alam dan Takdir yang Terjalin
Ketika saya pertama kali memikirkan film ini, saya langsung teringat pada pemikiran Spinoza tentang determinisme—bahwa segala sesuatu di dunia ini, termasuk perilaku manusia, adalah bagian dari jaringan sebab-akibat yang tidak bisa dihindari. Spinoza percaya bahwa alam semesta ini berjalan menurut hukum-hukum yang pasti, dan meskipun manusia mungkin merasa bahwa kita memiliki kebebasan untuk memilih, kenyataannya pilihan kita hanyalah bagian dari suatu proses yang lebih besar. Ini tercermin dengan jelas dalam kisah Paul Atreides, protagonis utama Dune.
Paul tidak hanya terlahir dalam keluarga bangsawan yang memiliki kekuasaan besar di planet Arrakis, tetapi juga dibebani oleh ramalan yang sudah ditentukan sebelumnya. Sejak awal, Paul mulai merasakan bahwa takdirnya telah ditetapkan—bahwa dia tidak hanya akan menjadi penguasa Arrakis, tetapi juga sosok yang lebih besar lagi dalam gambaran kosmik yang mengarah pada kehancuran dan perubahan besar di galaksi. Keberadaan Paul seakan sudah tercatat dalam hukum alam semesta yang lebih besar, dan meskipun dia berusaha untuk memilih jalannya sendiri, banyak pilihan yang dia buat seolah-olah sudah ada sejak lama.
Ini adalah inti dari pemikiran Spinoza: bahwa meskipun kita merasa memiliki kehendak bebas, kenyataannya kita hanyalah bagian dari rangkaian sebab-akibat yang lebih besar. Dalam Dune, meskipun Paul berusaha keras untuk mengatasi takdirnya, kita selalu diberitahu bahwa keputusan-keputusan yang dia buat hanyalah perpanjangan dari apa yang sudah ada. Seiring berjalannya waktu, dia semakin menyadari bahwa dia tidak dapat melarikan diri dari jalur yang telah ditetapkan untuknya, sebuah kenyataan yang membuatnya semakin terperangkap dalam determinisme yang ada di alam semesta.
Schopenhauer: Takdir, Keinginan, dan Penderitaan Manusia
Lalu ada pemikiran Schopenhauer, yang menambahkan dimensi lain pada determinisme ini dengan mengaitkan kehidupan manusia dengan kehendak yang tak terpuaskan. Dalam pandangan Schopenhauer, kehidupan kita adalah perjalanan panjang untuk memenuhi keinginan-keinginan kita, namun setiap pencapaian hanya menciptakan keinginan baru, dan pada akhirnya, kita terperangkap dalam siklus penderitaan yang tak ada habisnya. Ini sangat sesuai dengan perjalanan Paul dalam Dune.
Bagi Paul, keinginannya untuk mengubah takdir, untuk membebaskan Arrakis dan rakyatnya, seakan hanya memperburuk penderitaan yang dia alami. Semakin dia mendalami kekuatan yang ada di dalam dirinya—seperti kemampuan untuk melihat masa depan—semakin dia terjebak dalam siklus tak terhindarkan.
Setiap langkah yang dia ambil untuk berusaha memenuhi keinginan besarnya hanya mengarah pada lebih banyak penderitaan. Ini mengingatkan saya pada pandangan Schopenhauer bahwa kita tidak pernah benar-benar puas; kita selalu ingin lebih, dan dalam proses mencapainya, kita tidak bisa lepas dari penderitaan yang disebabkan oleh keinginan itu.
Misalnya, ketika Paul melihat masa depannya, dia merasakan beban yang begitu berat karena dia tahu apa yang akan terjadi: perang besar, penderitaan yang tak terhindarkan, dan bahkan kematian yang tidak bisa dia hindari. Walaupun dia berusaha menghindari takdir tersebut, setiap upaya yang dia lakukan justru semakin mengarahkannya menuju ke arah yang sama.
Ini adalah contoh yang jelas dari kehendak yang tak terpuaskan, yang tak hanya dipengaruhi oleh keinginan Paul sendiri, tetapi juga oleh struktur yang lebih besar yang mengatur hidupnya—sebuah struktur yang tak bisa diubah oleh kekuatan kehendak manusia.
Paul Atreides dan Pencarian untuk Kebebasan yang Ilusi
Dalam pandangan Schopenhauer, kita sering kali merasa terperangkap oleh keinginan kita sendiri, dan Dune menggambarkan ini dengan sangat baik melalui perjalanan batin Paul. Seiring dengan perjalanan Paul untuk menerima takdirnya, kita melihat bagaimana dia berusaha mengendalikan keinginan dan kekuatan yang ada di dalam dirinya. Namun, dia semakin sadar bahwa kebebasan sejati adalah ilusi, dan bahwa dia tidak bisa menghindar dari takdir yang sudah tertulis.
Hal ini juga terlihat dalam film melalui hubungan Paul dengan ibunya, Lady Jessica, yang juga berjuang melawan takdir mereka. Mereka berdua terjebak dalam sebuah permainan besar, di mana meskipun mereka berusaha untuk mengubah arah hidup mereka, kenyataannya mereka hanya bergerak lebih dalam ke dalam rencana yang sudah ada untuk mereka. Seperti yang diajarkan Schopenhauer, mereka berada dalam sebuah siklus tanpa akhir, terjebak dalam keinginan mereka untuk mengubah masa depan, meskipun setiap tindakan mereka pada akhirnya memperkuat determinisme yang ada.
Kesimpulan: Pencarian untuk Kebebasan dalam Dunia yang Terbatas
Melalui Dune, kita dihadapkan dengan pertanyaan tentang sejauh mana kita benar-benar bebas dalam hidup ini. Apakah kita memiliki kendali atas takdir kita sendiri, atau apakah kita hanya bagian dari jaringan sebab-akibat yang lebih besar? Film ini, dengan kedalaman dan kompleksitas cerita serta karakternya, membawa kita pada pemahaman bahwa meskipun kita mungkin berusaha melawan takdir, kita sering kali terjebak dalam pola yang lebih besar yang sulit untuk kita ubah.
Seperti yang diajarkan oleh Spinoza dan Schopenhauer, hidup ini penuh dengan determinisme yang mengendalikan kita, meskipun kita mungkin merasa memiliki kebebasan untuk memilih. Dalam Dune, pencarian kebebasan Paul terasa seperti pencarian yang sia-sia, karena pada akhirnya, dia hanya bisa menerima bahwa dirinya terjebak dalam siklus takdir yang tak bisa ia hindari.
Join the conversation