Bergabunglah di grup telegram Urie Join now

Tiga Jenis Retorika Menurut Aristoteles

Tiga Jenis Retorika Menurut Aristoteles

URIEPEDIA.ID, - Saat pertama kali mempelajari tentang retorika menurut Aristoteles, saya merasa seperti menemukan peta untuk berbicara yang lebih efektif. Sebagai seseorang yang dulu selalu gugup saat harus berbicara di depan umum, konsep-konsep yang diajarkan oleh Aristoteles tentang berbagai jenis retorika membuka banyak wawasan.

Apa yang saya pelajari adalah, berbicara itu bukan hanya soal kata-kata yang diucapkan, tetapi juga tentang tujuan dan bagaimana cara kita mengarahkan pesan kita agar lebih berdampak. Ada tiga jenis retorika yang dibahas Aristoteles, dan masing-masing punya tujuan yang berbeda. Mari kita bahas satu per satu: Deliberatif, Forensik (atau Yudisial), dan Epideiktik. 

1. Retorika Deliberatif: Membujuk untuk Tindakan Masa Depan

Retorika deliberatif adalah jenis berbicara yang bertujuan untuk membujuk audiens agar mengambil tindakan di masa depan. Biasanya, jenis retorika ini digunakan dalam konteks politik atau ketika Anda sedang berusaha mempengaruhi keputusan audiens. Ketika pertama kali saya mencoba menggunakan retorika deliberatif, saya ingat sedang melakukan presentasi mengenai pentingnya keberlanjutan di perusahaan tempat saya bekerja. Pada awalnya, saya cemas karena topik tersebut terkesan terlalu berat dan jauh dari perhatian banyak orang.

Namun, saya menyadari bahwa untuk bisa meyakinkan audiens untuk bertindak, saya perlu fokus pada masa depan. Saya mulai dengan menunjukkan bagaimana perusahaan kami akan diuntungkan dalam jangka panjang jika memprioritaskan keberlanjutan. Alih-alih membicarakan masalah lingkungan yang bisa membuat audiens merasa kewalahan, saya menyoroti manfaat yang bisa didapatkan, seperti penghematan biaya dan peningkatan reputasi perusahaan.

Hasilnya? Beberapa orang mulai berpikir ulang tentang kebijakan yang selama ini mereka anggap sepele. Retorika deliberatif bekerja dengan baik saat Anda memfokuskan pesan pada dampak yang bisa dihasilkan dengan bertindak sekarang untuk masa depan. 

2. Retorika Forensik (Yudisial): Membahas Masa Lalu untuk Mencari Kebenaran

Selanjutnya, ada retorika forensik, atau yudisial, yang lebih banyak digunakan di pengadilan atau dalam diskusi tentang peristiwa yang sudah terjadi. Jenis retorika ini bertujuan untuk mencari kebenaran dengan membahas kejadian di masa lalu. Forensik sering kali digunakan untuk menentukan apakah seseorang bersalah atau tidak bersalah, atau untuk mencari tahu apakah suatu peristiwa terjadi dengan cara yang benar.

Saya sempat terlibat dalam diskusi yang agak panas di sebuah pertemuan tim mengenai keputusan yang diambil oleh manajer proyek beberapa bulan lalu. Banyak dari kami merasa keputusan tersebut merugikan tim, dan kami ingin menemukan penyebabnya. Ketika saya menggunakan retorika forensik, saya fokus pada data dan kejadian-kejadian yang telah terjadi.

Saya mengingatkan tim bahwa keputusan itu diambil dengan informasi yang kurang jelas dan memperlihatkan fakta-fakta yang ada pada waktu itu. Saya tahu, jika saya hanya mengandalkan emosi atau opini pribadi, diskusi ini bisa berakhir kacau. Dengan membahas peristiwa yang sudah terjadi dan menganalisisnya dengan rasional, saya bisa membawa audiens untuk lebih memahami alasan-alasan di balik keputusan tersebut, meskipun akhirnya kami setuju bahwa perubahan perlu dilakukan. 

3. Retorika Epideiktik: Merayakan atau Mengkritik Nilai-Nilai dan Karakter

Terakhir, ada retorika epideiktik, yang bertujuan untuk merayakan atau mengkritik sesuatu yang terjadi di masa sekarang. Jenis retorika ini lebih sering digunakan dalam pidato perayaan, pemakaman, atau bahkan pidato pembukaan. Tujuan dari retorika epideiktik adalah untuk memperkuat nilai-nilai tertentu atau menunjukkan penghargaan atau kecaman terhadap sesuatu atau seseorang. 

Saya ingat pernah memberikan pidato di acara penghargaan di tempat kerja, dan saya menggunakan pendekatan epideiktik untuk mengungkapkan rasa terima kasih dan apresiasi kepada rekan-rekan yang telah bekerja keras. Saya fokus pada prestasi mereka dan mengingatkan tim tentang betapa pentingnya kontribusi mereka terhadap kesuksesan perusahaan.

Dengan menggunakan retorika epideiktik, saya ingin memberi mereka rasa bangga dan pengakuan atas apa yang telah mereka capai. Tidak hanya merayakan pencapaian, retorika ini juga bisa digunakan untuk mengkritik atau mengungkapkan kekecewaan terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut.

Setelah mempelajari ketiga jenis retorika ini, saya merasa lebih mudah untuk memilih pendekatan yang tepat saat berbicara, tergantung pada tujuan saya. Jika saya ingin audiens bertindak, saya akan menggunakan retorika deliberatif. Jika saya perlu membahas atau menganalisis masa lalu untuk mencari kebenaran, saya akan menggunakan retorika forensik. Dan jika saya ingin memperkuat nilai atau merayakan sesuatu yang baik, saya akan menggunakan retorika epideiktik.

Sekarang, saya selalu berhati-hati dalam memilih jenis retorika yang tepat untuk setiap situasi. Ada kalanya kita perlu berbicara untuk meyakinkan orang, ada kalanya kita harus membahas fakta-fakta masa lalu untuk mendapatkan jawaban, dan ada kalanya kita hanya perlu merayakan pencapaian. Tiga jenis retorika ini memberi saya alat yang tepat untuk berbicara dengan tujuan yang lebih jelas dan berdampak. Saya harap, dengan memahami ini, Anda pun bisa merasa lebih percaya diri dan terarah saat berbicara, baik itu di depan audiens besar maupun dalam percakapan sehari-hari. 

Menulis banyak topik tentang krisis identitas, insecure, anxiety, overthinking dan kesehatan mental lainnya dipadukan dengan budaya pop dan filsafat.