Bergabunglah di grup telegram Urie Join now

Cara Mudah Konsisten Melaksanakan Shalat Lima Waktu

Melaksanakan shalat adalah kewajiban setiap muslim, menemukan perspektif yang tepat adalah kunci untuk konsisten dalam melaksanakan shalat.
Cara Mudah Konsisten Melaksanakan Shalat Lima Waktu

URIEPEDIA.ID, - Melaksanakan shalat lima waktu bukanlah hal yang bisa dianggap enteng, sebagai seorang yang pernah melalui berbagai proses dan tantangan dalam mencoba konsisten, saya ingin berbagi beberapa perspektif dan tips yang telah membantu saya dalam menjaga shalat lima waktu dengan mudah. Mungkin dengan sedikit pengalaman ini, Kamu juga bisa menemukan cara untuk menjadikannya bagian tak terpisahkan dalam hidup Kamu.

1. Memiliki Perspektif yang Jelas tentang Shalat

Semaktu remaja saya juga mengalami kesulitan dalam melaksanakan shalat lima waktu, itu semua karena saya menganggap bahwa shalat lima waktu adalah perintah dan kewajiban. Itu tidak salah, namun dampak psikologisnya terhadap saya adalah melaksanakan shalat lima waktu terasa sangat berat dan malas sekali.

Seiring bertambahnya pengetahuan berkat guru-guru kita, pikiran saya tentang shalatpun terbuka. Saya tidak lagi menganggap shalat sebagai kewajiban tetapi lebih kepada kebutuhan dan cinta. Dengan perspektif yang baru ini alhamdulillah telah membuat saya mudah melaksakan shalat lima waktu dan tidak lagi meninggalkannya.

Setidaknya ada tiga perspektif tentang shalat yang saya ketahui dan saya bagikan kepada teman-teman untuk dipelajari. Saya harap bermanfaat untuk mengevaluasi—ada di tingkatan mana perspektif kita selama ini tentang shalat.

Shalat adalah kewajiban

Pertama, manusia pada umumnya jika diberi peraturan dan kewajiban akan menolak, meskipun dengan peraturan dan kewajiban itu ia tetap melaksanakannya, namun itu dilakukan dengan sangat terpaksa dan tanpa kehendaknya sendiri.

Termasuk juga shalat lima waktu, jika kita dewasa ini masih menganggap shalat adalah peraturan dan kewajiban percayalah kita akan masih merasa malas dan berat untuk melaksakannya. Segera cari cara untuk move on dari tingkatan ini.

Shalat adalah Kebutuhan

Perpektif kedua bahwa shalat adalah kebutuhan, seperti layaknya tubuh yang membutuhkan makanan dan minuman untuk bisa hidup, jiwa juga membutuhkan asupan untuk hidup—dan makanan pokok untuk jiwa adalah shalat.

Kamu yang berada pada tahap ini—menganggap shalat adalah sebuah kebutuhan sudah jauh lebih baik daripada menganggap shalat adalah sebuah kewajiban semata. Kamu akan merasa gelisah ketika belum melaksanakan shalat, selayaknya merasa lapar karena belum makan sampai kegelisahan itu akan hilang saat shalat ditunaikan.

Shalat adalah Cinta

Ini adalah tingkatan tertinggi, bagi siapapun yang bisa berada pada tahap ini maka tidak mungkin baginya untuk meninggalkan shalat—jangankan lima waktu bahkan shalat-shalat sunnah lainnya akan ia kerjakan dengan senang hati.

Sebagaimana seseorang yang telah membangun cintanya dalam hati, ia akan dengan rela, patuh, ikhlas melakukan apapun yang dikatakan oleh yang dicintainya. Jadi yuk mari kita belajar membangun cinta kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.

Memang tidak mudah dalam mengganti perpektif dari satu ke dua, dari dua ke tiga. Tapi jangan berputus asa, kuncinya ada pada "terus belajar dan berusaha" meskipun mungkin kamu hanya ada waktu untuk ngaji lewat YouTube misalnya, termasuk membaca tulisan ini.

Diluar tiga tingkatan di atas ada satu paradigma yang saya suka dan sering saya pakai untuk melaksanakan shalat yaitu paradigma identitas. Saya pakai paradigma ini ketika bisikan setan menyerang yang bunyinya "masih maksiat kok, shalatnya nanti aja kalau udah baik", "shalatnya nanti aja kalau udah tobat bener-bener" dan bisikan munafik lainnya.

Maksudnya, shalat adalah identitas saya sebagai muslim, tidak shalat artinya saya bukan muslim. Shalat mirip dengan KTP, saya akan bisa dikatakan warga negara Indonesia jika saya punya KTP, begitupun saya bisa dikatan sebagai hamba Allah jika saya shalat. Masalah salah (dosa/maksiat) ya tetap salah yang penting saya masih termasuk sebagai hamba Allah.

2. Mendirikan Shalat dengan Ikhlas

Jika kamu cermati poin pertama di atas sudah menjadi kunci utama agar kita mudah melaksanakan shalat lima waktu. Apalagi jika kita sudah menganggap shalat sebagai bentuk cinta kita terhadap Allah dan cinta Allah terhadap kita.

Pada awalnya kita pasti sering kali terburu-buru dan tidak sepenuh hati saat melaksanakan shalat. Namun, cobalah mulai belajar melaksanakan shalat dengan hati yang tulus dan berserah diri. Ketika saya berusaha untuk tidak terburu-buru, menenangkan hati, dan benar-benar meresapi setiap bacaan dalam shalat, ada perbedaan besar yang didapatkan.

Ikhlas itu tidak datang begitu saja, butuh latihan, dan yang paling penting, niat yang kuat untuk melakukannya karena Allah.

3. Memahami Sejarah Shalat Lima Waktu

Mungkin terdengar seperti informasi yang tidak begitu penting, tetapi memahami sejarah di balik shalat lima waktu bisa memberikan kedalaman makna yang lebih besar. Saat saya menggali lebih dalam tentang bagaimana shalat diwajibkan, mulai dari peristiwa Isra' Mi'raj hingga bagaimana setiap waktu shalat memiliki kaitan dengan fase kehidupan kita, saya merasa lebih terhubung dengan praktik ini.

Shalat bukan hanya sebuah ibadah rutin, tetapi sebuah anugerah yang diberikan langsung oleh Allah melalui Nabi Muhammad SAW sebagai cara untuk berkomunikasi dengan-Nya. Mengerti sejarah ini menguatkan hati dan membuat saya semakin menghargai setiap gerakan dalam shalat.

4. Memahami Manfaat Shalat

Awalnya, saya shalat hanya karena saya tahu itu kewajiban. Tetapi, setelah saya memahami berbagai manfaat shalat – baik itu dari sisi spiritual maupun fisik – saya mulai merasa lebih termotivasi. Misalnya, saya belajar bahwa shalat dapat membantu menenangkan pikiran, mengurangi stres, bahkan meningkatkan kesehatan tubuh.

Shalat adalah bentuk olahraga ringan yang melibatkan hampir seluruh tubuh. Selain itu, shalat membantu mengingatkan saya untuk bersyukur, untuk berhenti sejenak dari kesibukan, dan untuk merasakan kedekatan dengan Tuhan. Mengetahui bahwa shalat memberi manfaat tidak hanya untuk akhirat, tetapi juga untuk dunia, membuat saya lebih rajin dan semangat melaksanakannya.

5. Shalat Sumber Solusi

Kadang-kadang, saya merasa cemas dan bingung tentang masalah yang saya hadapi. Namun, saya mulai menyadari bahwa shalat adalah solusi atas hampir semua masalah. Tidak hanya membantu saya untuk menenangkan diri, shalat juga mengingatkan saya untuk lebih bersabar dan tawakal kepada Allah.

Dalam setiap sujud, saya merasa ada kekuatan untuk melepaskan segala beban yang saya bawa. Shalat memberi perspektif baru, mengajarkan saya untuk fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam hidup dan melepaskan yang tidak bisa saya kendalikan. Setiap kali merasa terpojok, saya mengingatkan diri bahwa shalat adalah cara saya mencari petunjuk dan mendapatkan ketenangan hati.

6. Lingkungan yang mendukung

Saya belajar bahwa lingkungan sangat berpengaruh dalam menjaga konsistensi shalat. Dulu, saya merasa kesulitan karena kebanyakan teman saya tidak terlalu peduli dengan ibadah. Namun, ketika saya mulai bergabung dengan kelompok yang memiliki semangat beribadah yang sama, saya merasa lebih didorong untuk melaksanakan shalat tepat waktu. Lingkungan yang mendukung, baik itu teman, keluarga, atau komunitas masjid, sangat berperan dalam meningkatkan motivasi. Saat kita merasa bahwa ada orang lain yang saling mengingatkan dan mendoakan, kita jadi lebih semangat dan merasa tidak sendirian dalam perjalanan ini.

7. Membiasakan Shalat Tepat Waktu

Salah satu tantangan terbesar yang saya hadapi adalah kebiasaan menunda-nunda waktu shalat. Awalnya, saya sering merasa "mampu" menunda shalat karena sedang sibuk atau lelah. Namun, semakin sering saya melakukannya, semakin saya merasa kosong. Akhirnya, saya bertekad untuk membiasakan diri untuk shalat tepat waktu.

Saya mulai dengan menetapkan waktu shalat subuh yang paling awal, memastikan shalat dhuhur tepat setelah makan siang, dan menjaga shalat isya sebelum tidur. Dengan cara ini, saya bisa menjaga momentum dan menghindari godaan untuk menundanya. Membiasakan diri melaksanakan shalat tepat waktu ternyata tidak hanya membuat saya lebih disiplin, tetapi juga membuat saya lebih merasakan keberkahan dalam hidup.

Kesimpulannya, menjaga konsistensi shalat lima waktu membutuhkan usaha dan kesungguhan. Namun, dengan memahami perspektif yang benar, melakukan shalat dengan ikhlas, serta menjaga lingkungan yang mendukung, kita bisa menjadikannya bagian dari rutinitas yang tak terpisahkan dalam hidup kita.

Jangan lupa untuk selalu mengingat manfaat dan solusi yang datang dengan melaksanakan shalat, karena setiap langkah yang kita ambil untuk mendekatkan diri kepada Allah pasti akan memberi keberkahan yang luar biasa.

Menulis banyak topik tentang krisis identitas, insecure, anxiety, overthinking dan kesehatan mental lainnya dipadukan dengan budaya pop dan filsafat.