Bergabunglah di grup telegram Urie Join now

Deretan Pemikiran Soe Hok Gie yang Tetap Relevan hingga Kini

Soe Hok Gie yang pemikirannya masih relevan hingga kini mulai dari tentang kebebasan berpendapat hingga cinta pada alam merupakan inspirasi abadi.

Soe Hok Gie, seorang aktivis muda yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Indonesia, dikenal bukan hanya karena keberaniannya menghadapi rezim, tetapi juga melalui pemikiran-pemikiran tajam yang ia tuangkan dalam tulisan-tulisannya. Lewat catatan jurnal, esai, dan aksinya, Gie menjadi simbol idealisme, kebebasan, dan kejujuran di tengah masa penuh gejolak.

Yang luar biasa adalah bagaimana pemikiran-pemikirannya tetap relevan, bahkan puluhan tahun setelah ia meninggal. Berikut ini adalah beberapa pemikiran Soe Hok Gie yang tak hanya menggugah, tetapi juga bisa menjadi refleksi untuk kita hari ini.

deretan pemikiran soe hok gie

1. Tentang Kebebasan dan Kejujuran

Salah satu hal yang paling sering disuarakan oleh Gie adalah pentingnya kebebasan untuk berpikir dan menyampaikan pendapat. Dalam tulisannya, ia berkali-kali menekankan bahwa kejujuran adalah hal yang tidak bisa ditawar. Gie percaya bahwa seorang intelektual harus berani berkata benar, meskipun itu berarti harus melawan arus atau menghadapi konsekuensi besar.

Bukti Gie mencintai kebebasan adalah dengan mendirikannya Mapala UI bersama sahabatnya Herman Lantang. Sebab Gie lebih tertarik dengan isu-isu yang terkait dengan kebebasan berpendapat dan masalah sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat.

Bergabungnya Gie dengan gerakan bawah tanah binaan Soemitro Djojohardikusumo juga mejadi bukti lain bagiamana Gie sangat mencintai kebebasan, dalam gerakan ini Gie menggunakan kebebasan berpendapatnya untuk menggulingkan rezim Orde Lama Soekarno.

"Saya lebih suka diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan," adalah salah satu kutipan terkenalnya Gie. Pemikiran Gie ini terasa masih relevan di era modern, di mana terkadang kebenaran dibungkam demi kepentingan tertentu. Kita diingatkan untuk tidak takut berdiri tegak untuk prinsip, bahkan ketika itu berarti berjalan sendirian.

2. Kritik terhadap Kekuasaan yang Korup

Gie juga dikenal sangat vokal dalam mengkritik rezim Soekarno di masa Orde Lama, serta pergolakan politik yang terjadi setelahnya. Ia melihat bagaimana kekuasaan sering kali disalahgunakan, menciptakan penderitaan bagi rakyat kecil. Dalam banyak tulisannya terutama saat ia bersama Gerakan Pembaruan, Gie menyuarakan perlunya transparansi dan keadilan dalam pemerintahan.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran rakyat untuk terus mengawasi pemimpin mereka. Di era sekarang, ketika korupsi masih menjadi masalah besar, pemikiran Gie tentang pentingnya melawan ketidakadilan terasa seperti alarm yang tak boleh diabaikan.

3. Cinta pada Alam dan Hidup yang Sederhana

Bagi Gie, alam adalah tempat terbaik untuk terbebas dari hiruk-pikuk politik dan sosial. Ia sering mendaki gunung, mencari kedamaian dalam keindahan alam Indonesia. Dalam jurnalnya, ia menulis tentang pengalaman mendaki gunung Semeru dan berbagai pegunungan lainnya, menggambarkan bagaimana alam bisa menjadi ruang refleksi yang paling jujur.

"Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar," tulisnya. Gie mengajarkan kita untuk menikmati hidup sederhana, menghargai keindahan dunia, dan mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman yang kita temui.

4. Kritik pada Generasi Muda yang Apatis

Meski ia sendiri bagian dari generasi muda, Gie tidak segan mengkritik teman-temannya yang ia anggap terlalu nyaman dalam zona aman. Baginya, generasi muda seharusnya menjadi penggerak perubahan, bukan hanya menjadi pengamat pasif. Ia sering merasa frustrasi melihat banyak anak muda yang sibuk dengan urusan pribadi tanpa peduli pada nasib bangsa.

"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan. Yang kedua, dilahirkan tapi mati muda. Dan yang tersial adalah berumur tua," tulisnya dalam salah satu jurnalnya. Quote Soe Hok Gie ini sering dianggap pesimistis, tapi sebenarnya Gie ingin menyampaikan bahwa hidup hanya bermakna jika diisi dengan keberanian untuk bertindak.

5. Pentingnya Idealisme

Salah satu warisan terbesar dari pemikiran Soe Hok Gie adalah keberaniannya mempertahankan idealisme, bahkan di tengah situasi yang penuh tekanan. Ia percaya bahwa tanpa idealisme, hidup menjadi hampa. Idealisme bagi Gie bukan sekadar teori, tapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan tindakan nyata.

Di zaman sekarang, ketika pragmatisme sering kali mengalahkan prinsip, kita bisa belajar dari Gie untuk tetap berpegang pada nilai-nilai yang kita yakini.

6. Gie dan Sosialisme

Mengutip dari jurnal akademis yang ditulis oleh Susanti dan Corry Liana yang berjudul Soe Hok Gie dalam Wacana Dwifungsi Mahasiswa 1961-1969, Sejak memasuki masa kuliah Soe Hok Gie tidak sama sekali menaruh minat pada oraganisasi mahasiswa yang terpapar ideologi politi di dalamnya sama sekali. Soe lebih memilih bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Sosialis atau Gemsos yang menganut ideologi sosialisme.

Bergabungnya Soe dalam Gemsos ini membuat dirinya menjadi sosok yang independen, independensi Gie ini di dukung oleh sikapnya yang tidak memberikan pengaruh politik sama sekali pada rekan-rekaanya saat dirinya menjabat sebagai senat mahasiswa.

Selain itu, seperti yang diceritakan pada poin pertama. Gie mendirikan Mapala UI sebagai wadah untuk memupuk sikap patriotisme, solidaritas, dan gotong royong. Juga sebagai bentuk penoloakkannya terhadap politik praktis yang masuk ke dalam kampus.

Kesimpulan

Pemikiran Soe Hok Gie adalah refleksi dari seseorang yang berani hidup sepenuh hati, meskipun ia tahu jalan itu penuh rintangan. Dari pandangannya tentang kebebasan, kejujuran, hingga kecintaannya pada alam, Gie mengingatkan kita bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang diperjuangkan.

Pemikirannya yang terdokumentasi dalam Catatan Seorang Demonstran dan artikel jurnal akademis lainnya yang masih bisa menjadi sumber inspirasi bagi siapa saja yang ingin hidup jujur, berani, dan penuh tujuan. Jadi, apakah kita berani menjadi seperti Gie—berpegang teguh pada apa yang benar, bahkan saat itu tidak populer?

Mari kita renungkan.

Seorang penulis amatir yang selalu ingin belajar untuk terus mengembangkan diri dalam mencapai potensi penuh sebagai manusia bumi.