Gunung Es dalam Komunikasi: Mengungkap yang Tersembunyi
Pernah nggak kamu merasa, ketika sedang berbicara dengan seseorang, ada sesuatu yang nggak terucap tapi jelas terasa? Ini adalah fenomena yang biasa kita alami dalam komunikasi sehari-hari, dan sering disebut sebagai "Gunung Es dalam Komunikasi."
Istilah ini merujuk pada konsep di mana yang terlihat atau diucapkan hanya sebagian kecil dari keseluruhan pesan yang sebenarnya ada. Sama seperti gunung es di lautan, bagian yang terlihat di permukaan hanyalah puncaknya—sisanya tersembunyi di bawah air, tak terlihat tapi sangat besar dan memengaruhi.
Jadi, apa sebenarnya yang tersembunyi di bawah "permukaan" dalam komunikasi, dan bagaimana kita bisa memahaminya dengan lebih baik? Yuk, Kita bahas!
1. Hanya Sedikit yang Terucap, Banyak yang Tersembunyi
Dalam banyak situasi, apa yang kita katakan hanyalah sebagian kecil dari apa yang sebenarnya kita rasakan atau pikirkan. Contohnya, saat ada seseorang yang berkata, "Saya baik-baik saja," padahal dari bahasa tubuhnya terlihat jelas kalau dia sedang nggak baik-baik saja.
Ini adalah contoh klasik dari gunung es komunikasi, di mana ada lapisan-lapisan emosi dan pikiran yang tidak diungkapkan secara verbal, tapi bisa terlihat melalui petunjuk non-verbal seperti ekspresi wajah, nada suara, atau bahkan cara duduk.
Dulu, saya sering kesulitan memahami maksud sebenarnya dari seseorang, terutama ketika mereka mencoba menyembunyikan perasaan atau masalah yang sedang mereka hadapi.
Seiring waktu, saya mulai belajar bahwa mendengarkan lebih dari sekadar kata-kata adalah kunci untuk memahami apa yang tersembunyi di bawah permukaan.
2. Mengandalkan Bahasa Non-Verbal
Bagian terbesar dari komunikasi sebenarnya terjadi di luar kata-kata, yaitu melalui bahasa tubuh dan nada suara. Hal-hal kecil seperti cara seseorang menatap, gerakan tangan, atau bahkan jeda saat mereka berbicara bisa memberi petunjuk tentang apa yang sebenarnya mereka pikirkan.
Ketika saya berbicara dengan seseorang yang menolak kontak mata, seringkali itu menjadi sinyal bahwa mereka merasa tidak nyaman atau ada sesuatu yang mereka sembunyikan.
Salah satu hal yang saya pelajari adalah bahwa kita harus peka terhadap sinyal-sinyal ini. Misalnya, jika seseorang terdengar tenang tapi gerakan tubuhnya terlihat tegang, itu bisa jadi tanda kalau mereka sedang menahan emosi atau ketakutan.
Melalui belajar membaca petunjuk non-verbal ini, kita bisa lebih memahami keseluruhan konteks pembicaraan dan mungkin membantu mereka yang kesulitan mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.
3. Emosi yang Terpendam
Komunikasi juga sering dipengaruhi oleh emosi yang tak terlihat. Misalnya, ketika ada seseorang yang tampak marah pada hal sepele, seperti kehilangan barang kecil, mungkin ada perasaan frustrasi yang lebih dalam yang tersembunyi di bawah permukaan.
Perasaan-perasaan ini seringkali tidak diungkapkan secara langsung karena dianggap tidak relevan, terlalu pribadi, atau bahkan karena orang tersebut tidak menyadari emosi tersebut.
Urie pernah punya pengalaman dengan seorang teman yang marah besar hanya karena hal kecil. Ternyata, setelah kami berbicara lebih lanjut, dia sedang mengalami stres yang besar di tempat kerja, dan kemarahan kecil itu hanyalah "puncak gunung es" dari masalah yang lebih dalam.
Dari situ saya sadar, penting sekali untuk mencoba melihat konteks yang lebih besar dan mengajak bicara dengan lebih dalam, bukannya langsung menilai reaksi orang hanya dari apa yang tampak di permukaan.
4. Perbedaan Budaya sebagai Bagian dari "Es yang Tersembunyi"
Selain emosi dan bahasa non-verbal, perbedaan budaya juga sering menjadi bagian yang tersembunyi dalam komunikasi. Apa yang dianggap sopan atau tidak sopan, apa yang dikatakan secara langsung atau secara tidak langsung, sering kali dipengaruhi oleh budaya masing-masing.
Di beberapa budaya, orang lebih suka menyampaikan pesan dengan cara tidak langsung, sementara di budaya lain, komunikasi yang langsung dan blak-blakan lebih dihargai.
Urie pernah mengalami kebingungan ketika berbicara dengan seseorang dari budaya yang berbeda. Apa yang mereka ucapkan terasa sangat formal dan penuh dengan basa-basi, sementara saya lebih terbiasa dengan percakapan yang lugas.
Akhirnya, saya menyadari bahwa dalam budaya mereka, menjaga keharmonisan dan tidak menyinggung perasaan orang lain adalah hal yang sangat penting, sehingga mereka memilih untuk menyampaikan pesan secara halus. Perbedaan-perbedaan semacam ini sering kali tersembunyi di bawah permukaan, tapi sangat mempengaruhi cara kita berkomunikasi satu sama lain.
5. Mendengarkan dengan Empati dan Kesadaran
Untuk bisa mengungkap apa yang tersembunyi di bawah permukaan dalam komunikasi, kita harus belajar mendengarkan dengan empati dan kesadaran.
Bukan hanya mendengarkan kata-kata, tapi juga memahami konteks, emosi, dan perasaan yang tidak diucapkan. Ini memang bukan hal yang mudah, tapi dengan latihan, kita bisa lebih peka terhadap hal-hal kecil yang sebenarnya punya makna besar.
Urie sering kali berusaha untuk tidak hanya mendengarkan apa yang dikatakan, tetapi juga apa yang tidak dikatakan. Apakah ada perasaan takut, marah, atau sedih yang coba disembunyikan? Dengan mendengarkan secara aktif dan berusaha memahami lebih dalam, kita bisa lebih memahami apa yang sedang dirasakan oleh lawan bicara kita, dan itu bisa membantu kita merespons dengan lebih bijaksana.
Kesimpulannya, konsep gunung es dalam komunikasi mengajarkan kita bahwa ada lebih banyak hal yang tersembunyi di bawah kata-kata yang diucapkan. Bahasa non-verbal, emosi terpendam, dan perbedaan budaya semuanya bisa memengaruhi cara kita berkomunikasi.
Dengan mendengarkan lebih dalam dan memahami isyarat yang tersembunyi, kita bisa menjadi komunikator yang lebih baik dan memperkuat hubungan dengan orang-orang di sekitar kita.
Join the conversation