Cara Memaafkan Diri Sendiri untuk Mengobati Luka batin 🫀
Malam ini kita akan membahasa tentang forgiveness, meskipun kalau di translate kedalam bahasa indonesia bermakna majemuk yaitu pemaafan, permaafan, pengampunan, memaafkan dan sebagainya namun Urie rasa artinya sama saja yaitu forgiveness. Sebuah paradigma yang sangat langka diterapkan oleh orang-orang di era saat ini. Sekaligus di akhir akan kita bahas sebuah cara memaafkan diri sendiri agar luka batin bisa sembuh sehingga kita bisa move on.
Bismillah.
Alasan Harus Memaafkan
Memafkan memang terkadang sulit apalagi di beberapa kasus mungkin membuat luka cukup dalam di hati kita. Tapi, menyimpannya di dalam hati dalam waktu yang lama tidak akan membuat hidup kita lebih baik. Beberapa alasan kenapa kita harus memaafkan.
1. Agar hidup menjadi ringan
Maaf atau memaafkan sangat berhubungan dengan dendam dan kebencian, menyimpan dendam dan kebencian dalam diri akan sangat memberatkan hidup setiap harinya apalagi saat bertemu dengan sesuatu atau seseorang yang kita benci. Semua hal yang berhubungan denganya akan membuat hati kita bergejolak dalam kemarahan.
Bahkan dengan hal-hal remeh seperti berpapasan dengan orang yang kita benci akan mempengaruhi tingkah laku kita. Meliriknya, mengambil jalan lain atau sekedar membuang muka adalah manifestasi dari kebencian dalam diri.
Hal-hal remeh-remeh temeh ini akan membuat kita capek sendiri, menjadi beban tersendiri dalam hati dan pikirian. Maka, ketika kita memafkan dirinya beban itu terangkat dengan sendirinya dan membuat hidup menjadi ringan.
Diantara yang membuat kita sibuk berfikir adalah sesuatu yang kita cintai atau kita benci, meskipun sesuatu yang kita benci itu belum tentu memikirkan kita
_Fahruddin Faiz
Terutama bila kita sibuk berfikir tentang seseorang yang kita benci atau sesuatu yang kita benci itu akan membuat hidup kita capek, stres, dan membuang energi berlebih pada sesautu yang tidak penting. Maka maafkanlah.
2. Maaf Membuat Kita Move On
Kalau kamu tida memaafkan kamu akan terjebak di masa lalu padahal kamu hidup di masa kini dan menuju masa depan. Jadi maaf membuat kita bebas dari luka masalalu, sudah buang saja meskipun tidak harus dilupakan agar kita tetap bisa mengambil hikmah dan pelajaran darinya.
Hidup memang sesekali perlu menengok ke belakang. Seperti halnya ketika kita mengendari motor sesekali perlu menengok ke belakang lewat spion tapi tetap fokus kita lebih banyak kedepan agar kita selamat.
Jadi orang-orang yang mengecewakanmu tidak usah terlalu difikirkan, kalau terlalu difikirkan hanya akan membuat kita tidak bisa maju (stuck), maka biar kamu bisa maju yuk bebaskan diri kita dari luka masa lalu maka maafkanlah.
3. Maaf Membawa Harmoni kehidupan
Tidak mungkin ada yang baru kalau kita terlalu berat dengan beban lama, tidak mungkin kita bisa lari maju kalau beban kita hari ini terlalu berat, terkukungkung oleh masalalu membuat kehidupan kita berjalan ditempat. Maka maafkanlah!
Memaafkan memungkinkan kita untuk melepaskan beban emosional yang berat dan membuka jalan bagi kedamaian. Dengan memaafkan, kita tidak hanya membebaskan diri dari belenggu masa lalu, tetapi juga menciptakan ruang untuk membangun hubungan yang lebih sehat dan positif dengan orang lain.
Memaafkan juga dapat meningkatkan rasa empati dan pemahaman terhadap orang lain, sehingga kita dapat hidup berdampingan dengan lebih harmonis dalam bersosial.
4. Maaf Membuat Kita lebih Realistis
Menyimpan dendam dan amarah adalah perkara hati sehingga kadang membuat kita tidak bisa move on dan tidak realistis. Maka dengan memaafkan kita telah terbebas dari rasa sakit itu dan menjadi orang yang lebih realistis.
Realistis artinya kita menyadari bahwa setiap orang pasti membuat kesalahan, termasuk diri kita sendiri maka bila mana ketika kita ingin dimaafkan oleh orang lain atas kesalahan kita pun sebaliknya kita juga hendaknya belajar untuk memaafkan orang lain.
Meskipun prosesnya tidak instan, atau bahkan dalam beberapa kasus memerlukan waktu sepanjang hayat.
5. Pemaafan Membuktikan bahwa kita manusia
Pemaafan membuktikan bahwa kita masih manusia yang kadang butuh memaafkan dan kadang butuh dimaafkan. Karena kita manusia tempatnya salah, saat ini mungkin orang lain yang melakukan kesalahan pada kita tapi mungkin besok kita yang melakukan kesalahan terhadap orang lain.
Sangat mungkin kita akan salah berbicara, sangat mungkin kita akan salah bertingkah laku kepada orang lain, bahkan sangat mungkin kita menyakiti orang lain tanpa sadar. Maka, memaafkan dan dimaafkan adalah bukti bahwa kita masih manusia dan membutuhkan maaf dan dimaafkan.
Mari budayakan maaf dan memaafkan!
6. Maaf membuat kita memiliki energi lebih
Maaf itu membuat kita punya energi lebih, logikanya jika kita benci kepada seseorang kita akan terus memikirkan hal negatif tentang dirinya bahkan bisa saja merancang siasat balas dendam, kedua hal tersebut sama-sama akan mengkonsumsi energi kita secara besar-besaran.
Energi besar ini akan bisa kita manfaatkan untuk produktivitas lain yang lebih penting, lebih bermanfaat jika kita bisa memafkan. Daripada terus-menerus mengalirkan energi untuk hal negatif seperti halnya balas dendam atau membenci oranglain lebih baik kita alirkan energi tersebut untuk merancang kehidupan kita ke arah yang lebih baik dengan cara memaafkan.
Maka budayakan hidup memaafkan!
Mengapa tidak Memaafkan?
Tapi ada kalanya orang tidak bisa memaafkan, banyak alasannya. Misalnya!
1. Memaafkan dianggap lemah
Banyak orang yang lebih memilih hidup harus adil atau lebih tepatnya menuntut keadilan. Misalnya yang salah harus dihukum, yang keliru harus diberi sanksi. Apa tidak boleh? tentu saja boleh, tapi ketahuilah bahwa paradigma adil ada dibawah paradigma pemaafan.
Meskipun dalam agama ada banyak perhitungan kesalahan dan hukuman seperti kalau minum khamer dihukum begini, berzina dihukum begitu, tapi Nabi Muhammad dalam banyak kasus lebih memilih paradigma pemaafan dibandingkan paradigma penghukuman, tentu saja harus dilihat konnteksnya.
2. Memaafkan memunculkan pertimbangan kekuasaan
Jika seseorang memiliki kedudukan tertentu biasanya sukar untuk memaafkan, karena takut dianggap lemah.
"Aku kan seorang bla bla ngapain juga memaafkan dirinya, mending dihukum saja biar jadi contoh orang lain"
Atau sebaliknya karena merasa inferior tidak bisa memaafkan atau terpaksa memaafkan (pemaafannya tidak murni)
"Akumah apa atuh cuma rakyat kecil, yasudah saya maafkan mau gimana lagi".
kedua hal ini mencontohkan permainan kekuasaan yang menunjukan pemaafan menjadi tidak murni atau tidak hakiki.
3. Pemaafan bertentangan dengan keadilan
Orang cenderung tidak memaafkan karena bertentangan dengan keadilan, karena mengedepankan paradigma keadilan kesalahan sekecil apapun harus ada konsekuensinya meskipun hanya kepleset dalam berbicara misalnya tetap harus di hukum.
4. Bertentangan dengan karakter alami manusia
Ada yang menganggap memaafkan itu tidak alamiah, karena mengetahui bahwa setiap manusia itu secara lahiriah berkompetitif satu sama lain.
Jadi secara alami harusnya manusia saling bertabrakan, saling bertentangan, saling menjatuhkan. Jadi kalau ada orang yang mempromosikan pemaafan itu pasti agak menggeser kondratnya manusia untuk saling menjatuhkan, bertentangan dan sebagainya ini merupakan pandangan Thomas Hobbes dkk yang mengatakan bahwa naluri dasar manusia itu jelek makanya perlu ada hukum.
Naluri dasar manusia itu jelek
Thomas Hobbes
Ranah Permaafan
Ketika orang memaafkan, benar-benar memaafkan maka ada tiga ranah yang terlibat, kognitif, afektif, dan behavior. Kadang disebut psikomotorik.
1. Kognitif
Orang yang telah memaafkan tidak lagi menyalahkan dan merencanakan balas dendam. Ia sadar bahwa mereka punya alasan untuk berfikir negatif namun lebih memilih untuk tidak melakukannya.
Mereka melihat orang yang menyakitinya secara positif, misalnya berharap bahwa orang yang menyakitinya itu bisa sadar dan berubah menjadi lebih baik.
Jadi akalnya mengerti bahwa orang itu salah, orang itu keliru, harusnya orang itu tidak melakukan hal ini kepadaku. Tapi akal juga mengerti bahwa orang itu juga hanya manusia biasa, bisa salah.
2. Afektif
Lalu kemudian dilanjutkan dengan perasaan yang telah memaafkan, semua emosi negatif seperti marah, dendam, sedih, dan sebagainya kemudian disisihkan dan digantikan dengan emosi yang lebih netral dan positif seperti penuh harap dan kasih sayang.
Kamu merasa kasihan pada dirinya, kamu juga merasa kasihan pada diri sendiri kalau terlalu lama membenci orang yang melakukan kesalahan.
3. Behavior
Terakhir bukti bahwa kita telah memaafkan orang lain adalah dari tingkah laku kita. Tingkah laku kita menunjukan tidak ada lagi jarak, waktunya salaman ya salaman, waktunya ngobrol ya ngobro, bisa hidup bersama, tersenyum ketika bertemu, saling menghargai dan sebagainya berarti kita sudah memaafkannya secara hakiki.
Jadi kalau tiga ranah ini terlibat kognitif, afektif, dan behavior, tidak sekedar hanya dimulut berarti kita sudah benar-benar memaafkan.
Namun kalau hanya mulut yang telah mengucapkan kata “memaafkan” sedangkan sedangkan hati dan sikap belum membuktikan maka artinya kita belum memaafknnya. Apakah salah? Tentu tidak malasah karena memang memaafkan itu ada prosesnya, butuh waktu, butuh perjuangan, bahkan dalam kasus tertentu butuh waktu sepanjang hayat.
Keuntungan Memaafkan
Keuntungan memaafkan agak mirip dengan alasan kenapa kita harus memaafkan, jadi berikut keuntungan memaafkan baik diri kita maupun orang lain.
1. Mengurangi depresi
Memaafkan orang lain adalah langkah penting menuju pemulihan emosional. Ketika kita menyimpan dendam dan kebencian, emosi negatif ini dapat menumpuk dan mengarah pada depresi. Memaafkan, di sisi lain, memungkinkan kita untuk melepaskan beban emosional yang berat.
Dengan melepaskan amarah dan kekecewaan, kita memberikan ruang bagi perasaan yang lebih positif seperti kedamaian dan kebahagiaan. Hal ini secara signifikan dapat mengurangi gejala depresi seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat, dan perubahan pola tidur.
2. Mengurangi kegelisahan
Kegelisahan sering kali muncul sebagai akibat dari memikirkan terus-menerus tentang kesalahan orang lain terhadap kita. Ketika kita terus memendam perasaan marah dan dendam, pikiran kita akan terus terfokus pada peristiwa masa lalu yang menyakitkan.
Memaafkan memungkinkan kita untuk melepaskan diri dari belenggu pikiran negatif ini. Dengan memaafkan, kita dapat membebaskan diri dari kecemasan yang terus-menerus menghantui dan mulai fokus pada masa depan yang lebih baik.
3. Mengurangi rasa marah
Marah adalah emosi yang sangat kuat dan dapat merusak kesehatan fisik dan mental kita. Ketika kita menyimpan amarah, tubuh kita akan terus dalam keadaan siaga, yang dapat memicu berbagai masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan.
Memaafkan adalah cara yang efektif untuk mengurangi intensitas dan durasi rasa marah. Dengan memaafkan, kita memilih untuk melepaskan amarah dan menggantinya dengan perasaan yang lebih konstruktif seperti kasih sayang dan pengertian.
4. Mencegah balas dendam yang merusak
Dendam adalah perasaan yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Ketika kita membalas dendam, kita hanya akan menciptakan lingkaran setan yang tidak akan pernah berakhir.
Memaafkan adalah cara yang lebih bijaksana untuk mengatasi perasaan ingin membalas dendam. Dengan memaafkan, kita memilih untuk memutus rantai kebencian dan membuka jalan menuju penyelesaian yang lebih damai.
5. Meningkatkan kualitas hubungan antar manusia
Hubungan antar manusia adalah salah satu aspek terpenting dalam hidup kita. Namun, hubungan ini sering kali terganggu oleh konflik dan perselisihan. Memaafkan adalah kunci untuk memperbaiki hubungan yang rusak.
Ketika kita memaafkan, kita menunjukkan bahwa kita peduli pada hubungan tersebut dan ingin memperbaikinya. Memaafkan juga dapat membuka pintu bagi komunikasi yang lebih terbuka dan jujur, sehingga hubungan dapat tumbuh lebih kuat.
6. Meningkatkan kebanggaan diri
Memaafkan membutuhkan keberanian dan kekuatan yang luar biasa. Ketika kita berhasil memaafkan seseorang, kita akan merasa lebih kuat dan lebih percaya diri.
Memaafkan juga dapat meningkatkan harga diri kita karena kita telah menunjukkan bahwa kita mampu mengatasi kesulitan dan belajar dari pengalaman. Memaafkan bukan hanya tentang membantu orang lain, tetapi juga membantu diri kita sendiri untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.
“Biarlah dirimu dengan dirinya aku hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebahagiaanmu”
Kalimat tersebut adalah contoh bagaimana kita berdamai dengan diri sendiri dan orang yang melihat kita pasti akan menganggap kita orang baik
“Wah baik sekali kamu bisa berdoa seperti itu setelah apa yang dia lakukan kepadamu”
Ini menjadi bukti bahwa memaafkan akan meningkatkan kebanggan pada diri sendiri. Nah mari kita lanjutkan ke proses memaafkan!
Proses Memaafkan
1. Disengaja
Memaafkan bukanlah sekadar perasaan yang muncul begitu saja, melainkan sebuah tindakan yang disengaja. Ini adalah keputusan sadar untuk melepaskan amarah, kebencian, dan keinginan untuk membalas dendam.
Memaafkan bukanlah hal yang terjadi secara otomatis, tidak bisa langsung, butuh waktu dan bahkan kadang seumur hidup, karena memaafkan membutuhkan komitmen yang kuat dari diri sendiri.
Memaafkan juga bukan berarti melupakan apa yang telah terjadi. Kita tetap mengingat peristiwa yang menyakitkan, namun kita memilih untuk tidak membiarkan peristiwa tersebut menguasai hidup kita.
Misalnya dikhianati oleh orang terkasih itu sakitnya kan luar biasa, amarah yang menyala di dalam hati lebih panas dari sambaran petir. Maka memafkannya membutuhkan waktu, karena itu memaakan bukan proses yang mudah.
2. Bersifat Ongoing proses
Memaafkan sifatnya aktif, tidak pasif, maka jangan di tunggu sampai hati siap memaafkan tapi berusahalah untuk bisa memaafkan.
Memaafkan memang sebuah perjalanan yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan ketekunan. Kadang-kadang bahkan kita mungkin merasa bahwa kita telah memaafkan sepenuhnya, namun kemudian perasaan benci, amarah bisa muncul kembali. Ini hal yang wajar, karena proses penyembuhan emosional membutuhkan waktu.
Namun dengan terus berusaha untuk memaafkan, dan semakin cepat kita memaafkan seseorang semakin cepat juga kita mendapatkan ketenangan hati dan kebahagiaan hidup.
3. Butuh waktu bahkan kadang terjadi sepanjang hayat
Memaafkan luka yang sangat dalam bisa membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan seumur hidup. Beberapa luka mungkin begitu dalam sehingga membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk sembuh sepenuhnya. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap langkah kecil menuju pemaafan adalah sebuah kemajuan.
Memaafkan juga merupakan proses yang sangat individual. Waktu yang dibutuhkan untuk memaafkan berbeda-beda untuk setiap orang. Ada orang yang dapat memaafkan dengan cepat, sementara yang lain membutuhkan waktu yang lebih lama. Yang terpenting adalah kita tidak terburu-buru dan memberikan diri kita waktu yang cukup untuk menyembuhkan luka batin.
4. Butuh upaya dan tidak mudah
Memaafkan bukanlah hal yang mudah, terutama jika luka yang kita alami sangat dalam. Memaafkan membutuhkan keberanian, kekuatan, dan keikhlasan. Kita harus melawan keinginan alami untuk marah, membenci, dan membalas dendam. Namun, dengan upaya yang konsisten, kita dapat mengatasi tantangan ini.
Memaafkan juga membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat. Berbicara dengan teman, keluarga, atau terapis dapat membantu kita memahami perasaan kita dan menemukan cara untuk mengatasi kesulitan. Selain itu, kita juga dapat mencari dukungan dari komunitas atau kelompok pendukung yang memiliki pengalaman serupa.
5. Bersifat aktif tidak pasif
Kamu harus berusaha bergerak untuk memaafkan sebab kalau menunggu sampai batinmu siap memaafkan maka batinmu tidak akan siap. Karena memang karakter alami manusia kalau ada yang salah ingin membalasnya.
Maka jangan di tunggu sampai kamu siap memaafkan tapi berusahlah untuk bisa memaafkan. Berjuanglah, meskipun tidak harus langsung.
Kemarahan yang ada di dadamu taklukkanlah pelan-pelan, tidak harus kesusu. Carikan dasar yang kuat untuk memaafkan agar tidak hanya sekedar mentupi kemarahan tapi dengan sadar memaafkan. Karena kalau hanya sekedar di tutup-tutupi pada waktunya bisa meledak.
Maka usahakan memaafkan dengan benar, karena itulah memaafkan itu sifatnya aktif, tidak pasif. Jadi memaafkan itu justru menunjukan keaktifan bukan menunggu orang meminta maaf.
6. Berawal dari 'dalam' dan tampak manifestasinya di 'luar'
Kemudian dari dalam (hati). Jadi bereskan ‘dalam’ dulu maka ekspresi keluarnya akan bagus. Kalau di dalamnya belum beres, keluarnya juga tidak akan beres, bisa dikatakan hanya pura-pura saja.
Kalau ketemu tersenyum begitu lewat melirik. Di depan berbicara baik-baik tapi di belakang berbicara jelek-jelek. Ini berarti belum memaafkan.
Maka bereska dulu yang di dalam sini 🫀, kalau masih belum, kamu juga bisa ngomong “saya sedang berusaha untuk memaafkanmu mohon maaf ya, ini masih perjuangan”.
Atau, “aku sangat kecewa, aku sangat marah, aku sedang berusaha memaklumi tapi sampai hari ini belum sukses jadi bantulah perjuanganku”
7. Membutuhkan perubahan dalam perilaku
Karena ‘dalam’nya 🫀 sudah berubah nanti perilakunya juga berubah, memaafkan tidak hanya melibatkan perubahan dalam pikiran dan perasaan, tetapi juga perubahan dalam perilaku. Ketika kita memaafkan, kita akan mulai bertindak secara berbeda.
Perubahan perilaku ini mungkin tidak terjadi secara instan, ada proses panjang di dalamnya, kita akan melihat bahwa kita telah menjadi pribadi yang lebih baik. Memaafkan adalah hadiah yang kita berikan kepada diri sendiri dan orang lain.
Mari kita fase pemaafan
Fase Pemaafan, Enright's Model
Kita akan menggunakan teori Enright Model yang di cetuskan oleh Robert Enright dari bukunya Forgiveness is a Choice yang berarti memafkan atau tidak adalah hak diri kita. Jadi, kalau kita mau memaafkan silahkan nikmati manfaatnya, kalau tidak memaafkan nikmati juga beratnya menanggung kemarahan dan kebencian.
1. Uncovering Phase (Tahap Pengungkapan)
Yang pertama, uncovering phase. Jadi di fase pertama ini ungkapkanlah, pahamilah lukamu, sakitmu, kenalilah rasa marahmu dan rasa kebencianmu. Ini pernting, banyak orang yang kadang-kadang marah dan bencinya tidak jelas. Terutama di arus informasi yang cepat ini, menggiring opini negatif terhadap orang lain menjadi sangat mudah.
"Kenapa kamu marah sama dia?"
"tidak tahu sih, tapi di wa banyak orang marah-marah sama dia jadi saya ikut-ikutan". Ini kan tidak jelas karena kamu dengan dia (yang dibenci) tidak ada hubungannya sama sekali.
Kadang-kadang kita ikut benci dan marah atas informasi yang beredar di media padahal kita tidak ada hubungan dengan orang tersebut sama sekali.
Jadi uncovering phase ini penting untuk mengidentifikasi atas kemarahamu itu benar atau tidak.
Misalnya kamu marah atas pacarmu yang menikah dengan orang lain, coba tanyakan sakitmu itu di mana? alasanmu sakit kenapa?
Karena dia mengkhianatimu? atau karena dia bahagia menikah dengan orang lain?
Itu kan harus jelas dahulu persoalannya, karena kita berbicara tentang manusia sedangkan manusia adalah makhluk yang sulit di tebak. Fenomena yang sama atau gejala yang sama tidak mengakibatkan efek yang sama.
Ada yang di tinggal menikah menangis berduka, ada juga yang di tinggal menikah tertawa bahagia. Sebab bisa jadi ketika dirinya di tinggal menikah dia merasa bebas dari kungkungan pasangannya. Maka harus kamu kenali gejala dalam dirimu ini.
Seorang mahasiswa bisa biasa saja ketika mendapatkan nilai C, ada juga mahasiswa yang sedih karena mendapatkan nilai C atau ada mahasiswa lain bahagia ketika mendapatkan nilai C, itulah manusia tidak bisa di tebak.
Maka uncovering phase perlu di lakukan untuk membongkar perasaanmu itu sebabnya apa? karena apa? karena berbicaranya salah? salah pada siapa? hubungannya apa sama dirimu? adakah yang di cederai dalam dirimu? apakah pikiranmu? apa terus kamu jadi ikut salah karena dia berbicara salah? itu salahnya dirinya atau lemahnya dirimu?.
Jadi harus di bongkar dulu, amarahmu posisinya dimana, untuk apa targetnya, hubungannya apa, alasannya cocok tidak kemarahan dan kebencianmu itu. Ini adalah uncovering phase.
Decision Phase (Tahap Keputusan)
Setelah jelas persoalannya baru kemudian masuk ke decision phase, decision phase itu fase berfikir. Kira-kira layak ga di maafkan, kalau saya maafkan positifnya apa, negaifnya juga apa. Ini adalah fase menimbang-nimbang langkah selanjutnya yang akan kamu pilih.
Dari contoh di tinggal menikah di atas bisa kita lanjutkan dengan mengatkan pada diri sendiri "apakah saya mau mununggu duda/jandanya?", atau "dia sudah jelas-jelas bahagia menikah dengan orang lain kenapa pula saya masih mengahrapkannya, sudahlah saya lupakan dan move on saja" ini lah decision phase.
Masa menentukan, kamu mempertimbangkan apakah layak untuk di maafkan atau tidak.
Work Phase (Tahap Kerja)
Kalau sudah kamu maafkan maka masuklah kamu ke dalam wokr phase. ini adalah 'fase kerja memaafkan'.
"Iyalah saya maklumi, saya paham kamu lebih memilih pasangan yang lebih cakep, alhamdulillah akalmu masih jalan. kamu masih bisa rasional" Lebih melihat sisi positifnya.
Jadi orang yang mengecewakanmu sekarang sudah tidak kamu lihat lagi sebagai sosok yang menyakitimu, sudut pandangmu sudah berubah. Kamu melihat dia sebagai manusia biasa yang bisa salah yang mana dia juga punya perspektif positif sendiri dan kamu berusaha memahami jalan berfikirnya sampai kamu memaklumi dirinya.
"Ya pantas, kamu memlihi dirinya dibandingkan saya", "situasinya seperti itu", "oke saya maklum, saya maafkan". "Sekarang kita jalan sendiri-sendiri". Inilah work phase.
"Aku tidak benci kamu, aku juga sudah tidak marah lagi", "aku sekarang mau cari yang lebih darimu"
Deepening Phase (Tahap Pendalaman)
Terus biasanya ketika orang sudah memaafkan melalui work phase, level spiritualnya agak naik memasuki deepening phase, dia muncul kebanggan diri. Mulai paham "oh manusia memang bisa begitu", "oh orang kan bisa salah, bisa keliru dan saya maafkan", "mungkin besok aku yang butuh minta maaf". Itu deepening phase.
Jadi uncovering phase, decision phase, work phase dan deepening phase. Ini adalah proses ketika seseorang memaafkan.
Pahami lukamu, putuskan kamu mau memaafkannya atau tidak, Kalau sudah memutuskan untuk memaafkan, jalankan itu, dan deepening phase, renungkan., perdalam, agar tidak asal.
Variabel Pendukung Pemaafan
Untuk mendukung pemaafan biasanya ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Di sini ada 5 faktor yang mendukung pemaafan.
1. Empati
Yang pertama ada empati, empati adalah kemampuan seseorang untuk melakukan transposisi untuk memposisikan dirinya di posisi orang yang di empatikannya.
"Oh iya saya maklum kamu lebih memilih yang lebih cakep, saya kalau di posisi kamu saya tinggal kok". Empati, memposisikan diri di posisinya dia.
Jadi, kemampuan berempati itu menentukan orang akan memaafkan atau tidak, kalau orang tidak bisa berempati biasanya agak berat.
2. Atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya
Yang kedua atribusi, atribusi ini adalah cara kita memandang, cara kita melabeli atau mensifati pelaku dan kesalahannya. Salahnya apa, gara-gara kesalahan ini kita pandang dia sebagai apa. Ini menentukan pemaafan kita.
Ada orang dengan kesalahan yang menurut orang lain kecil tapi bagi orang tertentu ini adalah kesalahan besar.
Misalnya saling mengejek antar teman, bagi orang yang sudah sangat dekat dan biasa mungkin terlihat sepele tapi bisa jadi mengejek itu masalah besar bagi orang lain. Atau kamu sudah biasa saling mengejek antar tean tapi kamu tidak mentolelir tentang melecehkan keluarga, Inilah yang dinamakan atribusi, cara melihat pelaku dan kesalahannya.
Ada yang kesalahan kecil tapi bagi orang tertentu ini besar masalahnya, sebaliknya ada masalah besar bagi orang tertentu ini kecil. Hal ini berpengaruh dalam pemaafan.
Inilah yang kadang-kadang membuat kita melihat hal yang tidak rasional, kadang merasa menyepeleakan sesuatu.
Misalnya hanya karena uang seribu dua ribu bisa saling bunuh membunuh, ini karena atribusi. Kalau kita hanya melihatnya sekedar uang seribu dua ribunya mungkin orang tidak jadi bunuh-membunuh gara-gara itu tapi karena yang terlibat ini melakukan pelecahan harga diri.
Contoh lain misalnya di selingkuhi mungkin biasa bagi tukang selingkuh, tapi bagi orang yang setia di selingkuhi sakitnya luar biasa.
Itulah atribusi, cara orang memberikan atribut, memberi karakter, sifat pada kesalahan dan ini menentukan pemaafan.
3. Tingkat luka
Yang juga berpengaruh dalam pemaafan adalah tingkat luka, ini juga tergantung orangnya. Ada orang yang sangat sensitif ada juga orang yang cuek, kesalahan kecil bisa memberikan luka yang dalam, kesalahan besar bisa tidak berarti apa-apa.
Misalnya seorang dosen merasa sangat terluka dan tidak mau memaafkan jika muridnya melakukan contek saat ujian, melakukan plagiat saat membuat makalah, namun tidak mengapa jika nilai muridnya jelek asal jujur.
Itulah tingkat luka yang juga berpengaruh dalam pemaafan.
4. Karakteristik kepribadian
Kemudian kepribadian orang, orang tertentu sukar memaafkan, orang tertentu mudah memaafkan. Maka penting untuk kita bisa membaca karakteristik orang lain.
Ada orang yang gampang dendam, di senggol dikit marah bahkan sensi hanya karena di liatin. Itulah kepribadian sangat berpengaruh dalam pemberian atau penolakan maaf.
Jadi minimal silahkan kamu lihat karakter dirimu sendiri dahulu, kamu seperti apa orangnya, cenderung seperti apa dalam menghadapi masalah dan seterusnya. Karakter itu juga bukaan barang mati jadi bisa untuk di latih, bisa di bentuk dan bisa di biasakan. Jangan menyerah.
Istimewanya manusia yang diberikan oleh Allah adalah segala kemmpuan kita sudah dalam bentuk potensi, bersifat choice bisa memilih mau menjadi apapun bisa dilakukan, tinggal di latih dan di biasakan. Jadi karakter juga sama, meskipun kamu mengklaim dirimu seorang intovert, kamu bisa menjadi ektrovert dengan membiasakan diri menjadi ekstrovert.
Begitupun sebaliknya meskipun seorang yang cerewet bila di biasakan diam dia akan menjadi pendiam dan orang akan menganggapmu seorang introvert.
Mengubah kepribadian bisa kamu temukan di filsafat eksistensialisme dan fisufnya bahwa eksistensi kita, kitalah yan bentuk.
5. Kualitas hubungan
Jelas, mereka yang akrab dengan kita akan mudah untuk memaafkannya dari pada orang lain yang tidak kenal sama sekali.
Misalnya di jalan tiba-tiba ada orang yang memukul kamu, kalau orang lain pasti kamu marah dan menantang balik, tapi kalau itu teman sendiri kamu hanya senyum-senyum bahkan salaman.
Sama pacarmu juga sama saling cubit-cubitan misalnya, kamu tidak akan marah toh. Tapi kalau sama oran lain dan tiba-tiba kamu di cubit? Pasti marah, normalnya orang akan marah.
Jadi kualitas hubungan menentukan pemaafan, yang dekat lebih mudah memaafan semakin jauh hubungannya semakin susah untuk di mafkan.
6 Level Pemaafan
Maaf itu levelnya ada 6, kita sandingkan pemaafan dengan keadilan agar mudah dan jelas. Hubungannya keadilan dan pemaafan.
Keadilan dan Pemaafan Level 1
Ini level paling rendah dari pemaafan, level 1.
Keadilan: Punishment Morality- Aku percaya bahwa keadilan harus di tegakkan oleh yang memiliki otoritas menghukum.
- Aku dapat memaafkan orang yang mendzolimiku hanya jika aku bisa menghukum orang tersebut sehingga dapat merasakan sakit yang sama.
Jenis keadilannya punishment morality, jenis pemaafannya yaitu revengeful forgiveness.
Jadi, di level pertama pemafaan kalau salah harus di hukum, baru bisa di maafkan kalau sudah di hukum. Orang yang salah harus merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang di dzoliminya. Ini level maaf paling rendah.
“Kalau kau mengkhianatiku aku juga akan berkhianat biar kita impas baru aku maafin kamu”
“Kalau kamu mengcurangiku, di hukum dulu, atau rasakan sakit di curangi dulu baru aku maafin”
Jadi memaafkannya bersyarat, karena memang seperti yang telah di mention di atas bahwa sifat alami manusia itu ingin membalas orang yang menyakitinya.
“Iya saya maafkan, tapi dia harus merasakaan rasa sakit seperti rasa sakit yang aku rasakan”.
“Sebelum dia merasakan rasa sakitku aku tidak akan memaafkan”
Inilah pemaafan level 1, pemaafan yang bersyarat, revengeful forgiveness.
Keadilan dan Pemaafan Level 2
Keadilan: Individualism- Segala sesuatu ada timbal baliknya. Kalau kamu membantuku, aku akan membantumu.
- Kalau apa yang diambil dariku di kembalikan, akan kumaafkan.
Naik ke level 2, keadilannya namanya individualism pemaafannya namanya conditional or restutional forgiveness. Berbeda dengan level 1 yang meminta untuk di balas sedangkan level 2 meminta untuk di pulihkan.
Keadilannya adalah segala sesuatu ada timbal baliknya,
“kalau engkau membantuku aku akan membantumu”
Teori ini kalau di terjemahkan ke dalam pemaafan akan menjadi
“Oke kamu saya maafkan tapi kerugianku kamu kembalikan (di pulihkan)”
Jadi sifatnya kondisional, berbeda dengan level 1 yang ingin membalas level 2 hanya ingin situasinya di kembalikan seperti sebelum terjadinya peristiwa.
Misalnya kamu di selingkuhi tapi kamu sadar bahwa seligkuh itu jelek dan kamu tidak ingin melakukannya, tapi kamu baru bisa memaafkan pacarmu kalau segala sesuatu situasi (kerugian) sebelumnya di kembalikan, entah itu biaya makan selama kalian berpacaran, hadiah ulang tahunnya, biaya antar jemputnya dll.
Ini memaafkan level 2
Keadilan dan Pemaafan Level 3
Keadian: Mutual Interpersonal Expectation- Menurutku, biarlah masyarakat yang menentukan apa yang benar dan salah. Aku akan ikut saja, sehingga masyarakat tidak akan membenciku.
- Aku akan memaafkan kalau masyarkat memintaku untuk memaafkan, aku akan memaafkan sesuai harapan masyarakat.
Keadilannya namanya mutual interpersonal expectation, pemaafannya namanya expectational forgiveness.
Kalau ini dia tidak memutuskan sendiri, biasanya terserah masyarakat kalau menurut orang lain itu harus di maafkan maka akan di maafkan, kalau menurut banyak orang kesalahannya mending di laporkan maka akan di laporkan, Jadi lebih melihat lingkungan sekitar dari pada memutuskan secara pribadi.
“Saya maafkan kalau menurut masyarakat memang lebih enak untuk di maafkan”.
Misalnya kalau di eropa atau jepang orang yang pacaran lantas hidup di rumah yang sama meski belum ada ikatan resmi akan dianggap biasa, tapi kalau di Indonesia akan menjadi masalah sosial.
Ini adalah pemaafan level 3, menunggu suara sosial sebagai bentuk kehidupan bersama.
Keadilan dan Pemaafan Level 4
Keadilan: Social System and Conscience- Aku hanya bertindak sesuai hukum (sosial-politik), sehingga masyarakat teratur.
- Aku maafkan karena agama/pengadian/hukum/adat memerintahkan.
Keadilannya namanya social system and consience pemaafannya namanya lawful expectational forgiveness.
Level empat ini urusannya dengan hukum, bisa dikatakan adil jika sesuai dengan aturan formal seperti aturan hukum, adat, dan agama.
Kalau memang melakukan kesalaan lalu menurut aturan harus di hukum maka di hukum, juga sebaliknya jika menurut hukum harus di maafkan maka akan di maafkan.
Kalau agama atau adat menyuruh untuk memaafkan maka kamu akan memaafkan, pokoknya manut pada hukum negara, agama, atau adat.
Keadilan dan Pemaafan Level 5
Keadilan: Social Contract- Aku tahu setiap orang memiliki pandangan sendiri, sesuai dengan kelompoknya. Meskipun demikian ada beberapa nilai (kehidupan, kebebasan, persaudaraan, dsb) harus di pegang tanpa peduli pendapat mayoritas.
- aku memaafkan sebab hall itu akan mengembalikan harmoni sosial. Pemaafan akan mengurangi friksi dan konflik sosial.
Pada level 5 yang disebut adil adalah yang selaras dengan nilai-nilai utama, seperti persaudaraan, kebebasan, dan kehidupan. Jadi keadilan di level 5 ini menganggap setiap orang memiliki pandangan yang berbeda.
Setiap kelompok sosial memiliki norma yang berbeda tapi di antara yang berbeda pasti ada yang sama, nah yang sama inilah yang harus di pedomani dan di jadi kan dasar.
Semua orang pasti sepakat bahwa kebersamaan itu penting, kebebasan itu penting, pesaudaraan juga penting, inilah yang dimaksud nilai-nilai utama, sebuah nilai-nilai tidak ada yang membantahnya, meskipun setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda.
Jadi, pemaafannya juga mengacu pada nilai-nilai diatas,
“Karena kita sesama muslim, bersaudara, maka saya maafkan kamu biar hidup kita harmonis”
Kalimat tersebut mengandung pemaafan yang mengacu pada nilai persaudaraan, meskipun menurut hukum bisa saja kamu menuntutnya atau menurut masyarakat (level 4) menuntut untuk tidak memaafkan.
Namun karena menjungjung nilai utama yaitu persaudaran kamu tetap memaafkannya untuk keharmonisan kehidupan. Jadi, bentuk pemaafan ini sudah lebih tinggi daripada sekedar hukum, ada nilai yang di perjuangkan.
Keadilan dan Pemaafan Level 6
Keadilan: Universal Ethical Principles- Keadilan di butuhkan untuk menjamin hak-hak individu di tengah masyarakat.
- aku mamaafkan karena hal itu akan menghasilkan kasih sayang yang sejati. Karena aku harus benar -benar peduli terhadap setiap orang dan tidak menyakiti siapapun.
Dan yang paling tinggi adalah pemaafan tanpa syarat. Pemaafannya berbentuk cinta.
“Saya maafkan kamu karena kita adalah manusia yang bisa dan sangat mungkin salah”.
“Saya tahu kamu salah, sebelum kamu minta maaf sudah saya maafkan”
Level pemaafan ini tinggi agak susah di terapkan tapi bisa di usahakan, di titik-titik tertentu ada baiknya kita melihat seseorang pada level ‘manusia’, lepas dari atribusi-atribusi seperti dia orang mana, kelompok siapa, pernah bersalah atau tidak dan seterusnya.
Jadi itulah enam level pemaafan.
Memaafkan Diri yang Salah
Tadi kita berbicaa tentang orang yang di salahi sekarang kita akan membahas orang yang salah, jangan keliru orang yang salah juga butuh memaafkan dirinya sendiri. Kalau tidak, sama seperti orang yang tidak memaafkan dia juga tidak akan bisa move on.
Orang yang selalu merasa bersalah juga akan merasa tersiksa, terpenjara oleh kesalahannya oleh karena itu di titik tertentu dia harus memaafkan dirinya sendiri. Cara memaafkan diri sendiri juga memiliki prosesnya, yaitu responsibility, remorse, restoration, dan renewal.
Lakukan empat hal ini maka kita bisa memaafkan diri kita sendiri!
1. Responsibility
Akui kalau salah dan siap tanggung jawab segala kerugian baik materi maupun non-materi. Bila ada materi yang harus di ganti kamu siap menggantinya, bila harus berhadapan dengan aparat penegak hukum kamu tidak lari.
Mengakui dan bertanggung jawab pada kesalahan yang kita buat akan membuat hidup jauh lebih ringan,
Semakin kita tidak mengakui kesalahan yang ita buat, semakin kita lari dari tanggung jawabnya semakin berat beban hidup kita, semakin gelisah juga hati kita.
Maka agar kita bisa hidup dengan ringan dan tenang akui lah kesalahan yang kita buat dan bertanggung jawab.
2. Remorse
Kalau sudah mengakui dan betanggung jawab maka tahap selanjutnya dari memaafkan diri sendiri adalah kita masuk kedalam remorse (menyesal).
“Iya aku salah, minta maaf aku menyesal tidak akan mengulanginya lagi”
Nanti ada sebagain orang yang siap bertanggung jawab namun tidak menyesali kesalahannya, otomatis hal ini akan mengulangi proses pemaafan diri sendiri. Dan bila ini terus di ulangi maka dia akan stuck di tahap ini dan tidak akan sampai pada tahap akhir ‘memaafkan diri sendiri’.
Maka penyesalan (remorse) atas kesalahan harus ada dalam tahap memaafkan diri sendiri.
3. Restoration
Kalau sudah remorse, selanjutnya masuk ke dalam tahap restoration. Restorasi itu adalah memperbaiki yang keliru, kalau ada hak yang harus di kembalikan maka kembalikan.
Dirinya sendiri kalau mentalnya rusak maka harus di pulihkan (restoration) dengan cara di nasehati, di ingatkan dan lain-lain dengan tujuan untuk membersihkan hatinya kembali.
Siap untuk mengembalikan, siap untuk memperbaiki segala yang rusak baik lahir maupun batin, itulah restorasi dalam tahap memaafkan diri sendiri.
4. Renewal
Baru setelah responsible, setelah remorse dan setelah restoration kita bisa renewal, lahir kembali sebagai orang yang baru, yang bersih, yang siap maju lagi, yang siap berkembang lagi.
Jadi lahir kayak bayi lagi, siap beraktifitas lagi setelah memaafkan dirinya sendiri. Maka maafkanlah dirimu. Kalau tidak mengalami empat tahap ini apakah tidak bisa? Bisa saja, tapi sifatnya konstantif tidak performatif tidak ngefek. Kamu akan tetap merasa bersalah nantinya.
Maka ke empat tahap ini responsibility, remorse, restoration dan renewal harus lewati.
Teori Maaf yang Bersyarat
Teori forgiveness dari Derrida seorang filosof Francis yang terkenal dengan hermeneutika radikalnya.
Bagi Derrida yang namanya maaf itu pasti tidak bersyarat, kalau ada syaratnya itu bukan maaf tapi dagang.
Maaf yang beryarat itu bukanah sebenar-benar maaf. Ia sejatinya adalah transaksi, timbal balik ekonomi yang dengan satu dan lain punya car daya tawr politis tertentu. Lebih-lebih jika ia mengahruskan adega-adegan penyesalan (scenes of repentance)
Derrida
Misalnya “kalau mau saya maafkan cium kaki saya”, “kalau mau saya maafkan kamu harus begini dan begitu” kalimat-kalimat ini bagi Derrida tidak menunjukan pemaafan sebab ada syaratnya.
Maaf itu, menjadi bersyarat karena ia di berikan hanya jika yang bersalah melakukan permintaan maaf (apology excuse), pengakuan (confession), penyesalan (repentance), dan atau penebusan (redemtion, penance).
Jadi maaf itu disebut bersyarat kalau kita menyuruh orang untuk meminta maaf. Ini berarti maafnya jadi bersyarat dan juga berarti memang orangnya tidak berniat untuk memaafkan.
Menuntut proses hukum, menuntut pengakuan, menuntut penyesalan dan menuntut penebusan dari orang yang bersalah juga sama yaitu bukan pemaafan.
Lalu katanya Derrida maaf yang murni adalah maaf yang diberikan secara unconditional, di sini maaf merengkuh asosiasi maknanya yang tidak bisa dipisahkan. Indissociable, yaitu memberi for-give, bukan meminta atau menuntut.
Kenapa sih istiahnya ‘memberi maaf’ dalam bahasa inggris di tulis forgive dari dua kata for dan give. For (untuk) dan give (memberi). Jadi maaf itu memberi, tidak ada hubungannya dengan yang meminta maaf.
Kalau kita memberi setelah diminta, apa lagi ada syarat-syaratnya itu sebenarnya bukan memberi tapi jual beli.
“Saya maafkan kalau sudah dimuat dikoran nasional satu halaman penuh” ini kan jual beli, kesalahannya dia harus di tukar dengan di muat di koran nasional.
Maka ini bukan pemaafan, kalau pemaafan tidak ada hubungannya dengan permintaan, tidak ada hubungannya dengan tuntutan, hanya sesimpel tinggal ‘kasih saja maaf’ pada orang yang salah padamu. Di sinilah nilai memberinya (for give) terlihat, kalu nunggu di minta atau di balas berarti bukan maaf sebenarnya, hanya mencari impas, mencari pembalasan dari kesalahan, bukan pemaafan.
Karena maaf itu hanya mmberi maka kata Derrida maaf yang paling tinggi atau maaf yang paling utama adalah memaafkan yang tidak termaafkan.
Jadi memafkan hanya yang tak termaafkan.
Derrida
Kalau memaafkan hanya yang bisa dimaafkan itu biasa anak kecil juga bisa, tapi memaafkan yang tak termaafkan itu berat. Karena yang paling butuh di maafkan adalah yang tak termaafkan.
“Salah mu padaku sudah tidak termaafkan lagi” justru kata Derrida yang tidak bisa di maafkan, kalau di maafkan itulah namanya forgiveness. Jadi forgiveness yang sejati adalah memaafkan semuanya, khususnya yang tak termaafkan. Benar-benar bersih dari marah dan dendam. Itulah forgiveness dari Derrida.
Join the conversation