Semua oleh cinta dan semua karena cinta
Bismillahirrahman nirrahiimm…
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu.
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mengungkapkan tabir hingga engkau lihat.
Baik untuk ini maupun untuk itu.
Pujian bukanlah bagiku, bagi-Mu pujian untuk semua itu.
Rabi’ah Al-adawiyah./
Rabi’ah Al-adawiyah terkenal karena mengenalkan konsep Mahabbah, Cinta Allah dijadikan dasar ataupun prinsip seorang hamba menuju Rabbnya. Mengabdi kepada Rabb semata-mata tidak mengharapkan pahala dan tidak takut siksa.
Teman-teman, masihkah ada diantara kita, Ketika melaksanakan ibadah, jangankan yang sunnah bahkan yang bersifat wajibpun sering kali masih lalai dalam mengerjakannya dan bahkan sampai level meninggalkan ibadah tersebut ? masih adakah ? sebut saja seperti shalat lima waktu, menutup aurat, puasa, membayar zakat dan lain sebagainya.
Tentu kita paham bahwa Ibadah-ibadah wajib ini jangankan untuk meninggalkannya, melalaikannya saja sudah mendapatkan dosa, Right?, dan naudzubillahnya dosanya tidak tanggung-tanggung melainkan dosa besar yang didapatkan.
Namun kenyataannya masih ada orang, terutama kaum muda yang dengan mudahnya meninggalkan ibadah wajib tersebut, ambil contoh shalat lima waktu misalnya. jangankan untuk pergi ke masjid secara realtime dan ontime bahkan melaksanakannya saja terkadang masih kesulitan.
Subuh kesiangan, dzuhur sibuk pekerjaan, ashar diperjalanan, maghrib kecapean, dan isya ketiduran. Begitulah kira-kira nada shalawatnya.
Lalu apa masalahnya ? dimana letak kekeliruannya ? bukankah Allah mengatakan bahwa, jika kita shalat kita akan dijaga dari perbuatan keji dan mungkar seperti yang di firmankannya dalam QS ke 29 ayat 45 ? lalu kenapa masih ada orang yang dengan mudahnya, tanpa penyesalan melalaikan bahkan meninggalkan shalat ini ?.
Salah satu penyebab utamanya adalah karena kurangnya Cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yap, one of the problem is L-O-V-E. And then why ? Ketika seseorang sudah tidak cinta kepada Allah maka mudah baginya untuk lalai dalam setiap urusan, terutama bersyukur dan beribadah. ibaratnya seseorang yang sudah tidak mencintai pasangannya dia pasti akan mulai menjauh darinya.
Begitupun dengan hubungan hamba dan Rabbnya, bilalah rasa cinta sudah berkurang mulai lupa dirinya untuk bersyukur. dan Bilalah rasa cinta sudah tiada mualilah dirinya untuk takabbur. Naudzubillah. Itulah sebabnya, kecintaan Hamba kepada Rabbnya sangatlah penting. Karena cinta adalah dasar dari Iman dan amal shaleh.
Lalu bagaiman cara kita agar dapat mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana para orang-orang soleh yang terdahulu maupun yang sekarang begitu mencintai Allah? jawabannya adalah tentu kita harus mengenali Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sendiri. Bukankah pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta, begitu kira-kira.
Kita ambil contoh sedikit, ketika seseorang jatuh cinta kepada orang lain, dia akan keliahatan cantik rupawan di matanya, indah bagai rembulan, bersinar di tengah gelap gulita, terbayang di mimpinya, tak pernah lepas dari pikirannya.
Ia akan perlahan mendekati sang pujaan, menanyakan tentang dirinya. Dimulai dari siapa Namanya, dimana tempat tinggalnya, siapa nama orang tuanya, berapa no teleponnya, apa kontak social medianya, setelah itu semua tibalah saatnya PDKT, dua kali duapuluh empat jam ia pantengin social medianya, tak ingin sedikitpun waktu terbuang tanpa berkomuniksai dengannya.
Segala hal ia tanyakan dalam percakapannya dari yang penting hingga hal sepele semua itu tak lain untuk lebih jauh mengenal dirinya.
Begitulah kira-kira gambaran seseorang yang sedang jatuh cinta. Lalu bagaimana dengan cinta kita terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala? teman-teman sudah bisa menyimpulkannya dari contoh diatas, kita perlu untuk mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala terlebih dahulu, mengaguminya dan lalu mencintainya. Bahkan dahsyatnya, sebelum kita cinta kepada Allah, Allah sudah terlebih dahulu mencintai kita.
Syekh Sa’id Ramadhan al-Buthi dalam Al-Hubbu Fil Qur’an menejelaskan posisi kita sebagai hamba adalah penerima, sedangkan Allah adalah pemberi. Dan pemberian Allah itu tidak ternilai, tentu kita tidak mampu untuk membalasnya. Nah atas pemberiannya yang maha besar itulah kita wajib mencintai Dzat yang Maha Pemurah.
Allah titipkan kita pada ibu dan bapak kita, dan keberuntung lebih bagi mereka yang terlahir dari ibu dan bapak seorang muslim, karena di beri awalan kehidupan dari jalan yang tepat. Lainnya, diturunkannya Al-Quran sebagai petunjuk kehidupan bagi semua manusia pun sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hambanya.
Sadarkah kita, bahwasannya ayat pertama dalam Al-Qur’an yaitu Basmallah juga dimulai dengan sifat Allah yaitu Ar-Rahman( Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang). Allah tidak membuka ayat Al-Qur’an dengan sifatnya yang lain seperti Akbar (Maha Besar), Al-Hakim (Maha Bijak Sana), ataupun sifatnya yang lain, melaikan Rahman dan Rahim.
Ini tak lain untuk menunjukan kepada kita bahwasanya Allah pada dasarnya menyayangi semua makhluknya, kita harus sadar dan mengerti bahwasannya setiap tarikan nafas kita terdapat kasih sayangnya, setiap rezeki baik yang berupa materil dan non-materil juga berkat kasih sayangnya. Dan masih banyak nikmat yang telah Allah karuniakan kepada kita yang mana mustahil untuk di hitung.
Mumpung sebentar lagi hari raya Idul Adha saya ingin berbagi sedikit makna dari hari raya tersebut. Seperti yang sudah kita ketahui, “Saking sayangnya Allah belaku sifat Rahmannya dimuka bumi bagi semua hamba, diantara sifat Rahmannya allah menginginkan semua hamba ketika pulang menghadap Allah, terhapus semua sifat-sifat buruknya dan kembali kepada Allah seperti ia datang dalam keadan sucinya. (Fitrah).
Allah menginginkan hilang semua sifat-sifat buruk itu, dan maksiat-maksiatnya itu ditepikan”, (Ustadz Adi Hidayat)
Ketika Allah sayang kepada hambanya Allah menginginkan semua berubah dengan cepat sebagaimana firmannya :
وَا لَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 69)
Salah satu cara Allah untuk memepercepat perubahan tersebut, yaitu dengan hadirnya Idul Adha setahun sekali. Mungkin di hari-hari biasa Ketika mendengar adzan, adzan tersebut belum sampai ketelinganya. Mungkin mata belum melihat orang lain shalat, mungkin kaki belum bisa berjalan Ketika melihat orang lain pergi ke masjid.
Maka dengan adanya Idul Adha ini yang seketika langsung di syiarkan semuka bumi, di kumandangkan di mana-mana dan seketika pula orang-orang banyak berbondong-bondong untuk pergi ke Masjid bahkan banyak yang di lapangan, bisa menggerakkan kita untuk langsung berubah dalam seketika.
Selain itu, Ketika proses penyembelihan hewan, yang terpenting dalam penyembelihan itu bukanlah hewannya. Tapi dalam penyembelihan itu ada sesuatu yang Allah ingin tunjukan kepada kita. Kita harus intropeksi dahulu mungkin sampai hari ini sifat hewan kita lebih dominan daripada hewan yang dipotong.
“Bila idul Adhanya benar, dengan di potongnya hewan yang disembelih itu, maka dipotonglah sifat-sifat hewan yang selama ini melekat pada dirinya" (Ustadz Adi Hidayat).
Begitulah Maha Besarnya Allah dengan segala kasih sayangnya. Selanjutnya giliran kita untuk berfikir dan merenung sampai detik ini sejauh mana kita bersykur atas segala nikmatnya dan sudah secinta apa kita kepada Allah dan Rasulnya.
Nah, dibawah ini Imam Ibnu Qayyim dalam bukunya Mahabbatullah (Cinta Allah) menjelaskan tahapan-tahapan untuk menuju Cinta Allah :
- Membaca Al-Qur’an dengan merenung dan memahami isi kandungannya.
- Mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah ibadah sunnah setelah melaksankan ibadah-ibadah wajib.
- Selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap tingkah laku, melalui lisan, melalui hati, maupun amal dan perilaku.
- Cinta kepada allah melebihi cinta kepada diri sendiri.
- Kontinuitas musyahadah (perjumpaan batin) dan makrifat (mengenal) Allah SWT. Penglihatan hatinya terarah kepada naman ama Allah dan sifat-sifatnya.
- Menghayati kebaikan, kebesaran, dan nikmat Allah, baik nikmat lahir maupun nikmat batin akan menghantarkan kita kepada cinta yang hakiki, cinta kepada-Nya.
- Ketundukan hati secara penuh kepada Allah SWT. Inilah yang disebut khusyu, tidak hanya dalam kedaan shalat tapi dalam setiap aspek kehidupan ini.
- Menyendiri Bersama Allah Ketika dia turun ke dunia, yaitu saat sepertiga akhir malam. Waktu ini merupakan waktu paling berharga bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada-Nya
Dari Anas, dari Nabi Sholallahu A’laihi wa Sallam, beliau bersabda “ada tiga hal, barang siapa memilikinya, maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasulnya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci Kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka.” (Mutafaqun ‘alaih).
Hadist ini merupalan analogi yang cukup menarik, semakin kuat cinta seseorang kepada allah dan rasulnya, semakin kuat juga ia merasakan manisnya keimanan. Sebaliknya, jika cintanya redup, keimanan tidak akan terlalu manis baginya
Seperti orang yang kadang jika sakitnya parah, makanan manis terasa pahit. Semakin sakitnya berkurang, semakin ia bisa merasakan manis. (Imam Ibnu hajar, Fahtul Bari, Vol. 1, Juz 77 ).
Wallahu’alam..
Referensi :
- AktualisasiHadis Manisnya Iman dalam Konsep Mahbbah Ilahiyah : http://Journal.iainkudus.ac.id/index.php/riwayah/article/view/8526
- Cinta : http://Jabar.kemenag.go.id/portal/read/mahbbah
- SyekhRamadhan al-buthi Mencintai Allah Butuh Pembuktian : Sanadmedia.com/post/syekh-ramadhan-al-buthi-mencinta-allah-butuh-pembuktian
Join the conversation